Perangi Korupsi Wujudkan Ketahanan Pangan Kejati Sulsel Gelar Penerangan Hukum di Balai Penerapan Modernisasi Pertanian Sulsel

Perangi Korupsi Wujudkan Ketahanan Pangan Kejati Sulsel Gelar Penerangan Hukum di Balai Penerapan Modernisasi Pertanian Sulsel

 

KEJATI SULSEL, Makassar-- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan melalui Seksi Penerangan Hukum mengadakan penerangan hukum yang berfokus pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi di sektor pertanian di Balai Penerapan Modernisasi Pertanian Sulsel, Kamis (11/9/2025).

Kepala Balai Penerapan Modernisasi Pertanian Sulsel, Ir. Yusuf, M.Si menyampaikan apresiasi atas kunjungan Kejati Sulsel. Ia menuturkan bahwa Balai Penerapan Modernisasi Pertanian telah memulai berbagai kegiatan terkait kampanye antikorupsi.

"Secara internal kami sudah memasang slogan antikorupsi sebagai komitmen untuk tidak menerima gratifikasi dan suap. Kami senantiasa memegang teguh core value ASN BerAkhlak dan membentuk Satuan Pengawas Internal (SPI) untuk memonitor dan mengevaluasi kinerja," ujar Yusuf.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi menyampaikan bahwa dalam tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan atau perekonomian negara bahkan menghambat pembangunan nasional termasuk di Sulawesi Selatan sehingga harus diberantas guna mewujudkan tujuan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang dasar 1945. Untuk itu perlu dilakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Berbagai modus korupsi yang kerap terjadi khususnya di sektor Pertanian. Tentunya berdampak pada ketahanan pangan nasional.

Dalam penjelasannya, Soetarmi menyoroti berbagai modus korupsi yang sering merugikan petani dan negara, seperti:
⦁    Penyimpangan dalam pengadaan Alsintan (Alat dan Mesin Pertanian) dan pupuk bersubsidi, di mana sering terjadi mark-up harga atau penyaluran yang tidak tepat sasaran.
⦁    Penyalahgunaan kewenangan dalam kebijakan ekspor-impor komoditas pertanian yang dapat merugikan petani lokal.
⦁    Pemotongan anggaran (pungli) dan penerimaan gratifikasi yang terkait dengan program-program pertanian.

Dalam pemaparannya, Soetarmi menekankan pentingnya peran budaya lokal sebagai benteng moral. Dia memperkenalkan konsep budaya "Siri" sebagai salah satu solusi efektif untuk mencegah tindak pidana korupsi di Sulawesi Selatan. 

"Nilai-nilai budaya ini dianggap mampu menumbuhkan rasa malu dan harga diri yang kuat, sehingga individu akan berpikir dua kali sebelum melakukan perbuatan yang melanggar hukum dan etika, termasuk korupsi," kata Soetarmi.

Soetarmi juga mengingatkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak serta-merta menghapuskan pidana yang telah dilakukan oleh pelaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Tipikor. Selain itu, disampaikan pula materi tentang perlindungan hukum bagi saksi atau pelapor untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan praktik korupsi.

"Melalui kegiatan ini, Kejati Sulsel berharap dapat menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan di sektor pertanian. Langkah ini menjadi wujud nyata dari sinergi antara penegakan hukum untuk membangun fondasi yang kokoh dalam mewujudkan pertanian yang berdaulat dan sejahtera," tutup Soetarmi.

Bagikan tautan ini

Mendengarkan