Wakajati Sulsel Robert M Tacoy Supervisi Pidum di Kejari Maros Ingatkan Tertib Administrasi Jaga Integritas Serta Profesional Dalam Penanganan Perkara
KEJATI SULSEL, Maros-- Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Robert M Tacoy didampingi Asisten Tindak Pidana Umum, Rizal Syah Nyaman dan jajaran Pidum Kejati Sulse melakukan Supervisi Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum di Kejari Maros, Selasa (7/10/2025).Rombongan Wakajati Sulsel disambut langsung Kajari Maros, Febryan dan jajaran.
Dalam pokok arahannya, Wakajati Sulsel menekankan pentingnya konsolidasi internal dan penguatan dalam penanganan perkara tindak pidana umum di Kejaksaan Negeri Maros.
Wakajati Sulsel, Robert M Tacoy mengingatkan seluruh jajaran wajib mempedomani dan mengaplikasikan Pedoman Jaksa Agung Nomor 24 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum. Serta Keputusan Jaksa Agung Nomor 227 Tahun 2022 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana Umum (Pidum).
"Pedoman penanganan perkara tindak pidana umum ini merupakan acuan dalam pelaksanaan perkara di bidang tindak pidana umum mulai dari tahap penyidikan, prapenuntutan, penuntutan, pemeriksaan di siding pengadilan, upaya hukum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, termasuk kelengkapan administrasi penanganan perkara. Tujuan tertib administrasi untuk mewujudkan penanganan perkara yang professional, berkualitas, berintegritas, dan humanis guna kepastian hukum yang adil dan memberi kemanfaatan, dengan mengedepankan dominus litis penuntut umum, serta mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan dan rasa keadilan di masyarakat," kata Robert M Tacoy.
Wakajati Sulsel juga menginstruksikan agar segera diberikan kepastian hukum kepada tersangka dan korban, dengan menerapkan zero toleransi dalam setiap penanganan perkara.
Khusus terkait penanganan perkara yang perlu diselesaikan melalui pendekatan Restoratif Justice, Robert M Tacoy mengingatkan untuk mempedomani Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif serta mengaplikasikan keterlibatan pemerintah setempat dalam penentuan sanksi sosial bagi pelaku yang perkaranya telah diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif.
“Ada beberapa syarat kumulatif pelaksanaan RJ yang wajib dipenuhi sesuai Pasal 5 Perja 15/2020. Syarat faktual kasus mencakup ancaman pidana tidak lebih dari 5 (lima) tahun, tersangka merupakan pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan nilai kerugian (untuk tindak pidana harta benda) tidak lebih dari Rp 2.500.000,” kata Robert M Tacoy.
Selain itu, harus terpenuhi syarat tambahan seperti adanya kesepakatan perdamaian secara sukarela dan musyawarah, telah terjadi pemulihan kembali pada keadaan semula, serta adanya respons positif dari masyarakat.
Mengenai mekanisme, JPU berperan penting sebagai fasilitator upaya perdamaian pada tahap penuntutan (Tahap II) setelah berkas diteliti. Perkara yang memenuhi syarat akan diajukan melalui ekspose berjenjang hingga mendapat persetujuan akhir dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum). Setelah persetujuan didapatkan, Penuntut Umum menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan RJ, dan Tersangka dibebaskan.
Kajari Maros, Febryan menyampaikan terima kasih atas bimbingan dan arahan dari pimpinan Wakajati Sulsel melakukan kunjungan evaluasi di Kejari Maros.